Ada lima pintu utama, syetan masuk ke dalam diri manusia:
Kebodohan.
Orang yang bodoh gampang dimasuki syetan, ia tidak tahu mana yang salah mana yang benar, ibadah yang salah dan ibadah yang benar. Tiap hari ia sepertinya ibadah, padahal ibadahnya tidak diterima karena kebodohannya, tidak tahu syari’at ibadah, tidak tahu tata caranya, belajar tidak mau, bertanya sama ustadz malas. Maka kebodohan adalah pintu empuk untuk syetan masuk kedalam diri manusia.
Marah.
Dalam kitab Minhajul Qosidin dikatakan: Iblis pernah menampakan diri kepada nabi Musa AS seraya berkata: “Wahai Musa, jauhilah marah, karena saya dengan mudah bisa mempermainkan orang-orang yang sedang marah, seperti anak kecil mempermainkan bolanya.”
Cinta Pujian.
Seorang ulama Salaf berkata “Barangsiapa yang bangga akan pujian, apalagi ingin dipuji, maka syetan akan banyak celah pintu untuk masuk dalam dirinya”. Untuk itu jangan ingin dipuji orang, karena syetan akan menyertai.
Menuruti Hawa Nafsu.
Dalam kitab Adabuddunya Waddin, dikatakan, sebagian besar ulama berkata : Allah membekali malaikat dengan akal tanpa syahwat/ nafsu, Allah membekali hewan dengan syahwat tanpa akal, sedangkan manusia dibekali akal dan syahwat. Barangsiapa yang akalnya mengalahkan syahwatnya, maka ia lebih baik dari malaikat, dan barang siapa yang syahwatnya mengalahkan akalnya, maka ia lebih buruk dari hewan.
Angkuh dan Sombong.
Orang yang angkuh dan sombong berarti telah berteman dengan syetan, hatinya akan dikunci oleh Allah.
*****
Disamping lima pintu utama syetan masuk kedalam diri kita, sebetulnya masih banyak lagi celah-celah syetan untuk bergabung dengan kita, seperti Riya, Ujub, Rakus, Kikir dan lain-lain.
Kita berlindung kepada Allah agar dijauhkan dari sifat-sifat jelek, yang akan menyebabkan syetan berteman dengan kita.
Termaktub dalam kitab Minhaj Al-Muslim Karya Syech Abubakar Al-Jazaeri (diterjemahkan) bahwa setidaknya ada 4 etika yang harus dijaga dalam bertetangga:
Syahdan di zaman Rasulullah, ada seorang perempuan yang sangat rajin berpuasa sunnah apalagi puasa wajib, dimalam harinya ia habiskan waktunya dengan shalat dan berdzikir. Ketika wanita itu meninggal dunia, ada sahabat berkomentar positif : “Alangkah bahagianya dia (wanita itu) karena syurga telah menantinya“. Hal itu ditanggapi oleh Rasul dengan sabdanya “HIYA FINNAR” “Sesungguhnya ia (wanita itu) masuk neraka.”
(H. R. Hakim)
Pertama:
Tidak boleh menyakiti tetangga, baik dalam perbuatan maupun ucapan. “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka ia tidak boleh mengganggu tetangganya”.(H. R. Bukhari dan Muslim)
Kedua:
Menunjukan sikap yang baik terhadap tetangga dengan cara menolongnya jika ia meminta tolong, menjenguknya ketika sakit, memberi ucapan selamat ketika mereka mendapat kebahagiaan, turut bela sungkawa jika mendapat musibah, mendahulukan memberi salam, berkata lemah lembut sehingga menyenangkan mereka, mengajak mereka kejalan agama dan kehidupan sosial, mengingatkan jika mereka berbuat salah, tidak mencampuri urusan pribadi mereka, tidak menghalangi bangunan rumah, menutup jalan menuju rumah mereka, dan lain-lain yang sekiranya menjadikan tetangga tidak nyaman.
Ketiga:
Bermurah hati kepada tetangga dengan berbuat banyak kebajikan. Rasulullah pernah memerintahkan Abi Dzar agar ketika membuat Sup, membanyakan airnya, lalu kirimlah kepada beberapa tetangga.”
(H. R. Muslim)
Keempat:
Menampakan tingkah laku hormat dan sopan. Tidak boleh melarang mereka meletakan kayu ke dinding rumah kita. Tidak boleh menjual atau menyewakan sesuatu yang dekat atau berada ditanah kita kepada orang lain tanpa terlebih dahulu menawarkannya kepada tetangga.
Alquran, setidaknya, menamsilkan empat tipe orang tua berkaitan dengan sosok mereka. Tiap tipe itu akan sangat berperan dalam menentukan karakter anak-anak mereka di kemudian hari.
Pertama, tipe (pasangan) Nuh dan istrinya. Dalam tipe ini, sang ayah adalah seorang yang saleh, sedangkan sang ibu adalah manusia jahat dan kafir. Yang terjadi, anak cenderung mengikut kepada sang ibu. Kan'an, berada di barisan orang-orang kafir, penentang kenabian Nuh, bersama ibunya.
Kedua, tipe Firaun dan istrinya. Ia berkebalikan dari tipe pertama, sang ayah kafir dan pendosa. Sementara itu, sang ibu salehah dan Mukmin. Tampaknya, anak-anak Firaun lebih condong meneladani perilaku sang ayah, sehingga dari generasi ke generasi, raja-raja penerus Firaun itu tidak berbeda jauh akhlaknya dengan sang ayah: kafir dan penentang kenabian.
Ketiga, tipe Ibrahim dan istrinya. Sang ayah saleh dan sang ibu salehah, Mukmin sejati, pembakti Allah paling utama. Oleh karena itu, anak-anak mereka mengikuti ayah ataupun ibu. Mereka sama saja. Walhasil, dari pasangan inilah lahir manusia-manusia mulia mutiara peradaban, yaitu Ishak dan Ismail. Garis darah mereka itu muasal Sayidul Anam, Rasulullah saw.
Keempat, tipe (pasangan) Abu Lahab dan istrinya. Berkebalikan dengan tipe ketiga. Baik si ayah, maupun si ibu sama kafir, durjana, dan pendosa. Keduanya pembenci dakwah menuju Allah, sehingga Allah mengutuk keduanya sebagai orang celaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar