Kalau memang kita benar-benar mengimani al-qur’an seyakin-yakinnya, pastilah takkan mungkin Allah berdusta dengan firmannya yang ada dalam al-qur’an, dan kitapun pasti meyakini dengan apa-apa yang Allah firmankan. Maka dari itu kita simak surat:
Disini dikatakan bahwa nikmat yang Allah berikan kepada kita tak terhitung adanya, yang namanya tak terhitung, itu sudah tidak ada bilangan lagi, sekalipun jumlah yang paling banyak, contohnya satu miliar atau lebih dari itu, itu masih bisa dihitung dengan tangan, apa itu melalui kalkulator atau sekalipun computer.
Nah inilah yang mestinya kita mencari tahu, apa sih nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita? sehingga Allah katakan, seolah-olah Allah berkata; Jikalau kalian hitung nikmatKu yang aku berikan kepadamu, kalian takkan bisa menghitungnya.
Akan tetapi apa yang terjadi pada saat ini, boleh jadi kalau dikatakan, hampir setiap individu selalu mengeluh, meraung, menjerit dan sebagainya, entah itu karena faktor ekonomi, atau apa?
Sekarang yang jadi pertanyaan, apakah Allah itu berdusta?tentang nikmat. Ataukah memang kitalah yang tak ingin tahu tentang nikmat, jangan-jangan kita-lah yang tidak merasakan samasekali nikmat anugrah yang Allah berikan kepada kita.
Jawabannya sederhana. Kita ambil satu contoh saja. Ketika kita sedang santai, duduk di kursi sofa, pandangan kita mengarah melihat tv, tangan kita memegan gelas berisikan air the yang hangat, di meja ada beberapa kue, disamping kanan ada istri, disamping kiri ada anak-anak kita. Sekarang rasakan dan ngobrol pada diri kita, apa yang dirasakan oleh pandangan kita ketika melihat tv, ketika telinga mendengar alunan musik yang keluar dari sound tv, ketika kita minum air the hangat, tangan yang diberi kekuatan untuk mengangkat gelasnya, sang istri yang memberi hidangan, ditambah lagi anak-anak riang gembira bermain bersama kita…Masya Allah, indah barangkali yang kita rasakan.
Akan tetapi ketika anggota badan kita lagi ditimpa sakit, jangankan badan kita kepala saja yang sakit…Masya Allah… jangankan mata melihat indahnya tv, jangankan telinga mendengar merdunya alunan suara tv, apalagi untuk pergi ke kantor, sang istri saja ngajak ngobrol sudah dianggap ngajak bertengkar.
Maka dari itu mulai sekarang tanamkan dalam diri kita, oleh siapakah nikmatnya mata bisa melihat, nikmatnya telinga bisa mendengar, nikmatnya tangan bisa meraba, nikmatnya kaki bisa berjalan. Apakah Allah yang memberi nikmatnya, ataukah kita yang bisa memberi manfaat bagi kita sendiri.
Allah sendiri memberikan resep pada kita, kalau kita ingin selalu diberi kenikmatan yang luar biasa, seperti firmannya tadi:
Syukurilah nikmat yang aku berikan walau sekecil apapun, nanti aku berikan yang jauh lebih baik daripada itu.
Sekarang pertanyaanya dua:
- Yakinkah bilamana kita bersyukur, Allah akan melipatkan pemberian nikmatnya?
- Akankah dijadikan sugesti atas janji-janjinya Allah?
Karena sugesti akan berhasil dalam segala urusan, kepada Allah jangan berpikir, ini rasanya tak mungkin, justru itulah teorinya Alloh. Orang bilang dengan berusaha kita akan mendapat jalan keluarnya, berbeda dengan teori Allah, dengan taat kepadaku kalian akan dibukaan bebagai pintu rizki dengan tiada disangka-sangka, dan Allah-lah yang akan mebukakan jalan keluarnya, bukan kita, seperti firmannya:
◄◄●════════◄●►════════●►►
Tidak ada komentar:
Posting Komentar