Cari Blog Ini

Sekapur Sirih Tashowwuf

Segala puji Allah Tuhan sekalian alam. Dia tidak menyerupai apapun dari makhluk-Nya. Dia tidak membutuhkan apapun dari makhluk-Nya. Dan siapapun dari makhluk-Nya selalu membutuhkan kepada-Nya. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad, Nabi pembawa wahyu dan kebenaran.

TASAWUF
Menurut Imam al-Junaid al-Bagdadi adalah: “ketika al-Haq mematikan dan menghidupkan seseorang bersama-NYA. Adapun batasan lainnya menurut Maula al-Arabi, r.a menyebutkan bahwa Tasawuf adalah Akhlak mulia yang muncul di zaman mulia, atau terlepasnya jiwa bersama Alloh untuk menta’ati apapun yang DIA kehendaki.

Pengamal Tasawuf disebut seorang Sufi dan sufi yang sebenarnya adalah Faqir setelah sebelumnya kaya, terhina setelah sebelumnya dimuliakan dan tidak dikenal setelah sebelumnya terkenal/ masyhur. Sebaliknya seorang sufi yang SEMU/ PALSU adalah Kaya setelah sebelumnya fakir, mulia setelah sebelumnya hina dan masyhur setelah sebelumnya tidak dikenal. Adab sufi ini sesuai dengan Firman-NYA, yakni:
“Dan Aku telah memilihmu untuk diri-KU” [Q.S 20:41]

Ayat di atas menjadi prinsip dasar bagi seorang sufi untuk menghadapkan dirinya kepada Alloh Azza wa Jalla secara benar (syar’iyyah) dan sesuai dengan segala adab yang diridhoi-NYA. Dan tentu tidak sah apabila seorang sufi tidak memenuhi kedua syarat tadi. Hal ini sesuai ketentuan-NYA yang berbunyi: “dan DIA tidak meridhoi kekafiran bagi hamba-NYA” [Q.S 39:7]. Maka, merealisasikan ke-Imanan secara total menjadi kewajiban utamanya, sesuai firman-NYA: “ dan jika kau bersyukur, niscaya DIA meridhoi bagimu syukurmu itu” [Q.S 39:7]

Jadi, seorang sufi harus terlebih dahulu paham dan taat Fiqih dalam menjalankan syariat-NYA secara benar. Tidak ada seorang sufi-pun yang “bukan ahli fiqih”, jadi “tidak ada amal tanpa paham fiqih, olah karenanya mustahil hukum-hukum syariat (al-Qur’an dan Hadits) dipahami tanpa memahami ilmu Fiqih dan tidak ada fiqih tanpa tasawuf, karena tidak sempurna amal seseorang kecuali didasari “tujuan menghadapkan diri kepada-NYA, sebagai bagian integral “menghamba”. Dengan demikian, penggabungan dua syarat, yakni sebagai ahli Fiqih dan Ahli Tasawuf akan memurnikan Iman seorang sufi, karenanya, tidak ada fiqih dan tasawuf kecuali dimurnikan Imannya. Sehingga, penggabungan kedua syarat itu hukunya mutlak WAJIB.

Imam Malik, r.a pernah berkata: “Barangsiapa bertasawuf tanpa memahami Fiqih, maka sungguh dia telah menjadi kafir zindiq, karena ia berlaku sombong dengan menafikan Hikmah dan hukum-hukum dan barangsiapa melaksanakan fiqih tanpa tasawuf, sungguh dia telah fasiq, karena amal perbuatannya jauh dari tujuan menghadapkan diri kepada-NYA yang merupakan penghalang utama dari bermaksiat kepada Alloh. Dan barangsiapa menggabungkan keduanya, sungguh dia telah mencapai HAKIKAT”, karena dia sesungguhnya telah mendirikan hakikat “berpegang pada Alloh”. Semua hal itu harus dia pahami, karena keberadaan tasawuf bergantung padanya dan tidak ada kesempurnaan kecuali dengan mengamalkan keduanya . (Ditafsirkan secara ringkas dari Kitab al-Muwatha’, karya Imam Malik, juz. 5 hal. 127)

OBYEK TASAWUF
Adalah Dzat Yang Mahatinggi, dimana tasawuf membahas Dzat Yang Mahatinggi dengan pengenalan (makrifat), baik melalui pendekatan DALIL (bagi salikin), melalui penyaksian dan melalui pandangan bathin (bagi mereka yang telah sampai pada Tuhan). Disinilah muncul pepatah: “barangsiapa mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya”.

PENCETUS TASAWUF
Tentu Nabi Muhammad sallAllohu alayhi wassalam, yakni ketika Alloh telah mengajarkannya kepada Baginda Nabi melalui Wahyu dan Ilham, melalui Jibril, A.S. Diketahui, bahwa pertama kali diturunkan adalah Wahyu tentang syariat, kemudian setelah syariat kokoh, Jibril a,s MENYAMPAIKAN WAHYU tentang HAKIKAT, dan hakikat ini dikhususkan hanya kepada sebagian orang saja.

PENAMAAN TASAWUF
Lima rujukan penamaan tasawuf.
  1. Pertama: tasawuf berasal dari kata shufah (sehelai bulu) karena seorang sufi bersama Alloh, ibarat seperti sehelai bulu yang terlempar, tidak mempunyai rencana apa-apa.
  2. Kedua: dari kata “shufah al-qafa” (sehelai bulu di punggung); karena seorang sufi itu harus ringan (suka menolong) dan lembut hati”.
  3. Ketiga: dari kata “shifah”(keindahan), yakni harus bersifat terpuji, mulia dan meninggalakan semua perbuatan tercela.
  4. Ke-empat: dari kata “shafa” (bersih/jernih).
  5. Kelima: Pendapat yang paling benar adalah menurut: Imam Abu al-Fath al-Basati rahimahulloh, yang menguraikannya, : “Orang-orang berbeda pendapat tentang sufi, karena ketidak tauannya dan menyangka bahwa sufi diambil dari kata “shuf” (bulu). Bagiku, sufi adalah seorang pemuda yang bersih, kemudian disucikan-NYA, sehingga disebut “shufi”. Pendapat kelima ini menegaskan bahwa: tasawuf berasal dari kata “shuffah” (koridor) Masjid Nabawi yang kala itu menjadi tempat para ahli shuffah, karena setiap shufi mengikuti sifat yang telah ditetapkan oleh Alloh kepada mereka, sesuai Firman-NYA dalam [Q.S 18 ayat: 28], yang artinya: 
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhan-NYA di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhoan-NYA”.

SUMBER TASAWUF
Tadi telah dijelaskan bahwa: menurut Imam Malik, r.a: “Barangsiapa bertasawuf tanpa memahami Fiqih, maka sungguh dia telah menjadi kafir zindiq dan barangsiapa melaksanakan fiqih tanpa tasawuf, sungguh dia telah fasiq. Maka, sumber tasawuf adalah: AL-QUR’AN DAN AL-HADITS.

Dalam Kitab Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Ghazali menyusunnya ke dalam empat bagian yakni:
(1) Bagian Ibadah,
(2) Bagian Adat (kebiasaan),
(3) bagian muhlikat (yang merusak) dan ke-
(4) adalah bagian munjiyat (yang menyelamatkan).

HUKUM MEMPELAJARI TASAWUF
Menurut Imam Ghazali, dari sisi syari’at, hukum bertasawuf adalah Fardhu ‘Ain (wajib individual), karena setiap orang selain para Nabi, pasti punya salah/ cacat dan dosa. Hal ini ditegaskan oleh Imam Hasan asy-Syadzali yang mengatakan bahwa barangsiapa tidak bersungguh-sungguh mempelajari tasawuf, maka dia mati dalam keadaan bersimbah dosa tanpa ia sadari”.

Oleh karena Fardhu ‘Ain, maka segeralah kita berangkat menimba ilmu tasawuf kepada Ahlinya yaitu Ulama Zuhud yang mengetahui cara mendidik dan mengetahui obatnya, walaupun harus berbeda pendapat dengan orang-tuanya.

WILAYAH KAJIAN TASAWUF
Mencakup pembahasan tentang metode untuk mengetahui ISTILAH dan KALIMAT yang digunakan oleh para SUFI, seperti: IKHLAS, SIDHQ (JUJUR), TAWAKAL, ZUHUD, WARA’ RIDHA, TASLIM (pasrah), MAHABBAH, FANA’, BAQA’, dlsb. Juga istilah0istilah seperti Dzat, qudrah, hikmah, ruhaniyyah dan basyariyyah, serta mengetahui hal esensi seperti: hal, warid, maqom, dlsb.

Imam al-Qusyairi dalam Risalahnya menuturkan beberapa istilah tasawuf dengan 100 esensi dari ratusan esensi tasawuf dengan judul Kitab: “Mi’raju at-Tasyawwuf ila Haqa’iqi at-Tashawwuf”.

KEUTAMAAN TASAWUF
Tasawuf mengkaji Dzat Yang Maha tinggi yang secara mutlaq merupakan esensi utama. Dengan demikian ilmu yang membahasnya (tasawuf) merupakan ilmu terutama.

Menurut Syaikh ash-Siqla, rah dalam Kitab beliau yang berjudul: “Anwar al-Qulub fi ‘Ilm al-Mauhub”, menyatakan bahwa barangsiapa membenarkan ilmu ini dan bersungguh-sungguh mempelajarinya untuk menyempurnakan pengamalannya, maka dia tergolong orang pilihan; setiap orang yang memahaminya tergolong orang terpilih di antara orang pilihan dan setiap orang yang memahamkan murid-muridnya tentang ilmu tasawuf adalah bintang terang dan lautan ilmu yang tak terkuras airnya”. Subhanalloh!

Kemudian, jika kalian bertemu dengan orang yang dianugerahi sehingga dia membenarkan tarekat, maka gembirakanlah beliau. Dan jika kalian bertemu dengan orang yang dianugerahi ilmu sehingga memahami ilmu tasawuf, contohlah adabnya, Jika engkau bertemu dengan ulama yang mengajarkan tasawuf, muliakanlah beliau. Sebaliknya, jika engkau melihat orang-orang yang mengecam ilmu tasawuf, maka jauhi ia, layaknya engkau lari menghindari “penyakit ganas”.

HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA
Ilmu tasawuf merupakan penyempurna dan syarat kebaikan bagi ilmu-ilmu lain, karena tidak ada satupun ilmu dan perbuatan (amal) kecuali bertujuan menghadapkan diri kepada Alloh dan Ikhlas merupakan syarat dalam segala urusan. Hal ini ditinjau dari segi keabsahan menurut syariat, balasan, dan pahala,

Imam Suyuthi berkata: “Hubungan tasawuf dengan ilmu-ilmu lain seperti hubungan ilmu bayan dengan ilmu nahwu, artimya ilmu tasawuf menjadi penyempurna ilmu-ilmu lainnya serta memperindahnya,

Menurut Syech Zaruq, ilmu tasawuf merupakan tempat untuk memantabkan Ihsan yang ditafsirkan oleh RasuluLLoh sallAllohu alayhi wassalama kepada Jibril, AS, dengan ungkapan: “Engkau beribadah kepada-NYA seolah-olah engkau melihat-NYA, karena topiknya mengkaji moroqabah (merasa selalu diawasi) setelah “musyahadah” (penyaksian), atau musyahadah setelah muroqabah (kembali pada kekekalan dengan menyaksikan ciptaan-NYA).

MANFAAT TASAWUF
Mendidik hati untuk mengetahui dan mempertebal Iman kepada Hal-Hal Ghaib. Adapun buah mempelajari tasawuf adalah: Jiwa Dermawan, hati Tenang, dan akhlaq terpuji.

Ilmu Tasawuf tidak membahas tentang ungkapan lisan, melainkan tentang perasaan. Tidak bisa dipelajari dengan lembaran kertas, melainkan harus diambil dari para Ahli tasawuf yang dengannya para murid-muridnya ber ta’zzim dan ber khidmat.

Wa shallallah Wa Sallam ‘Ala Rasulillah Wa al-Hamd Lillah Rabb al’Alamin.
◄◄●════════◄●►════════●►►