Cari Blog Ini

Hadiah pahala kepada orang mati

__*HADIAH PAHALA KEPADA ORANG MATI*__

Orang sering kirim doa, alfatihah, Surat Yasin, dll. Apakah ibadat badaniah seperti solat, puasa, bacaan al-Quran dan zikir memberi pahala kepada si mati…?
Terdapat perbedaan dalam masalah ini, yaitu:

Golongan Pertama:
Abu Hanifah, Ahmad, jumhur ulama’ salaf dan golongan Asya’irah - mereka berpendapat bahwa pahala dari ibadat badaniah sampai kepada si mati.

Dalil:
Golongan ini berhujjah dengan dalil al-Quran, al-Sunnah, al-Ijma’ dan Qias yang benar. Dalil-dalil mereka adalah sebagai berikut:
Dalil yang menunjukkan bahwa istighfar orang yang hidup memberi manfaat kepada orang yang telah mati.Firman Allah Ta’ala,Dan orang-orang (Islam) yang datang kemudian daripada mereka (berdoa dengan) berkata: “Wahai Tuhan Kami! Ampunkanlah dosa kami dan dosa saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam iman..”.(Surah al-Hasyr: 10)
Ayat di atas menunjukkan Allah Ta’ala memberi pujian kepada mereka yang beristighfar untuk kaum muslimin sebelum mereka.
Dalil yang menunjukkan bahwa doa orang hidup sampai kepada orang mati ialah dengan ijmak akum muslimin tentang pensyari’atan doa untuk si mati di dalam solat jenazah.Doa-doa untuk si mayat dalam solat jenzah terlalu banyak. Begitu juga doa kepadanya selepas dikuburkan, antaranya ialah sebuah hadis yang tersebut dalam sunan Abi Daud:: Dari Osman bin Affan r.a., katanya: Adalah Rasulullah s.a.w. apabila selesai mengebumikan mayat, baginda berdiri atasnya, lalau berkata:“Mohonlah keampunan untuk saudaramu, dan pohonlah ketetapan untuknya. Maka sesungguhnya dia sekarang sedang disoal.”
Terdapat juga di dalam Sahih Muslim:
artinya: Dari Aisyah r.a.: Aku bertanya Nabi s.a.w.: Bagaimana ucapan apabila memohon keampuanan (istighfar) untuk ahli kubur? Baginda bersabda: Engkau katalah: Salam sejahtera atas ahli kubur dari kaum mukmin dan muslim. Dan semoga Allah merahmati orang yang terdahulu dan terkemudian dari kami dan kamu. Dan kami insyaallah akan menyusulmu.”
Dalil mengenai pahala sedekah kepada si mati seperti yang terdapat di dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim:
Mengenai sampai pahala puasa pula ialah sebagaimana hadis yang terdapat di dalam Sahih al-Bukhari dan Muslim:Hanya di dalam masalah ini, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa puasa yang ditinggalkan oleh si mati tidak dapat digantikan dengan puasa sebagaimana yang disebutkan pada hadis di atas. Beliau mengatakan puasanya perlu diganti dengan memberi makan sebagaimana yang terdapat di dalam hadis Ibnu Abbas.
Mengenai sampainya pahala haji, al-Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadis daripada Ibnu Abbas r.a.:

Qias.
Pertama - telah maklum bahwa pahala untuk satu-satu amalan adalah menjadi hak pengamal itu sendiri. Selanjutnya jika dia menghibahkan (memberikan) pahala yang dimilikinya itu kepada saudaranya sesama islam, sudah tentu dibolehkan tanpa ada halangan. Hal ini samalah seperti seandainya dia memberikan suatu barang daripada hartanya kepada saudaranya semasa hayatnya.

Kedua - syari’at islam dengan jelas telah menegaskan bahwa pahala puasa sampai kepada si mati menunjukkan bahwa pahala bacaan al-Quran dan ibadat badaniah lainnya juga sampai kepada si mati. Dari satu sudut pula coba kita lihat, bahwa ibadat ibadat puasa yang amalannya amt berat sekali yaitu dengan menahan diri daripada makan, minum dan lainnya dengan disertai oleh niat sebelumnya, telah ditegaskan oleh Syari’ (Allah) bahwa pahalanya dapat sampai kepada si mati. Itu adalah puasa… yaitu suatu ibadat yang begitu rupa sukarnya, apalagi bacaan al-Quran yang hanya merupakan ibadat dengan amalan dan niat sahaja, sudah tentu pahalanya juga dapat sampai kepada si mati.

Golongan Kedua: 
Pendapat masyhur di dalam mazhab syafi’e dan Imam Malik - mereka berpendapat bahwa pahala dari ibadat badaniah tidak akan sampai kepada si mati.

Dalil: 
Pahala tidak sampai kepada si mati daripada ibadat-ibadat yang tidak dapat digantikan penunainya oleh orang lain seperti keislaman, solat, puasa dan bacaan al-Quran. Pahala dari ibadat ini khusus untuk pengamalnya sahaja. Ia tidak dapat diberikan kepada orang lain, dengan maksud tidak sampai kepada si mati. Masalah ini samalah dengan masalah tidak boleh bagi seseorang melakukan ibadat berkenaan untuk mereka yang masih hidup.

Golongan ini mengambil hadis Nabi Muhammad s.a.w :(Riwayat an-Nasaai dengan sanadnya yang sampai kepada ibnu Abbas)

Golongan ketiga:

Mereka mengatakan pahala dari segala amalan tidak sampai kepada si mati. Baik amalan yang disepakati atau yang diperselisihkan oleh para ulamak.

Dalil:
Pendapat golongan ini bersandarkan dari al-Quran dan Sunnah Rasulullah s.a.w. Antaranya ialah:
Firman Allah Ta’ala:
(Surah Yaasin: 54)
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 36:54)

(Surah al-baqarah: 286)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya

Sabda Rasulullah s.a.w:
Jika mati anak Adam putuslah amalnya kecuali 3, amal jariah, doa anak shalih, ilmu yang bermanfaat(Hadis riwayat Muslim)Mereka mengatakan bahwa yang dapat memberi manfaat selepas kematian seseorang ialah amalan ketika hidupnya yang menyebabkannya berterusan beroleh pahala. Manakala selain daripada amalan tersebut, terputus pahalanya dengan terputusnya amalan dan kehidupannya.

Penolakan Terhadap Hujjah Ini.
Penolakan terhadap penggunaan dalil hujjah kedua dan ketiga.

(Surah Yaasin: 54)
Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan. (QS. 36:54)

(Surah al-baqarah: 286)
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya

Dua ayat di atas menunjukkan penafian terhadap siksaan yang diterima disebabkan oleh kesalahan orang lain. Ini dapat dilihat dalam firman Allah:

Penolakan terhadap dalil hujjah keempat yang menggunakan hadis Rasulullah s.a.w:
Bila kita lihat pada hadis di atas, Rasulullah s.a.w tidak mengatakan “terputus manfaat” tetapi mengatakan “terputus amalan”. Amalan seseorang memang diakui hasilnya adalah milik pengamalnya. Namun jika dia memberikannya kepada orang lain, pahala tersebut dapat sampai kepada orang itu.

__*TAWASUL*__
Apakah yang dimaksud doa tawasul ?
Tawasul adalah berdoa kepada Allah dengan melalui wasilah(perantara). Salah satu landasannya adalah :
Hai orang-orang yang beriman bertaqwalah Kepada Allah dancarilah jalan (wasilah) yang mendekatkan diri kepada-Nya, …. (QS. 5:35)

Bagaimana contohnya ?
Misalnya dalam doa Dluha : …. Allahuma in kaana rizka fis samaa fanzilhu, wa inkaana fil ardli fa akhrijhu…. bihaqi dhuha-ika, wa quwatika, wal qudratika … ( Ya Allah jika rizki di langit turunkanlah, jika di bumi keluarkanlah … dengan haq dhuha-Mu, kekuatan-Mu, kekuasaan-Mu, …..)
Dalam shalawat badar : …. tawassalna bi bismillah wa bil hadi rasulillah, wa kulli mujahidin lillah bi ahlil badri, Ya Allah (… Kami bertawasul denganbismillah dan petunjuk rasulillah, dan seluruh mujahidin di jalan Allah pada perang Badar)

Bagaimana hukumnya ?
Hukumnya sunah, kecuali kepada orang yang sudah meninggal (dalam contoh di atas Mujahidin badar) terdapat ikhtilaf. Ada yang melarang, sedang yang lain boleh/sunah.

Dalam doa tawasul bisa siapa saja ?
Tawasul yang disepakati ulama adalah :

Dengan Asma-asma dan kekuasaan Allah (7:180), sebagaimana doa dluha
Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asma-ul husna itu (7:180)

Dengan amal shalih
(HR Bukhari Muslim, ttg. 3 orang yang tertutup dalam gua, masing-masing berdoa dengan menyebut amal shalih masing-masing)

Dengan orang shalih yang masih hidup
(HR Bukhari ttg. shalat minta hujan di zaman Khalifah Umar ra, beliau bertawasul melalui paman Nabi, Abbas ra)

Sedang yang diperselisihkan adalah bertawasul kepada orang shalih/Nabi yang sudah meninggal.
Pendapat pertama : boleh/sunah bertawasul kepada Nabi/wali/orang shalih meski sudah meninggal
Alasan :
Orang shalih meski sudah meninggal pada hakikatnya tidak meninggal, sebagaimana :
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup , tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. 2:154)
Berbagai hadis/riwayat tentang tawasul, misalnya hadis tentang orang buta yang mengadu kepada Khalifah Usman kemudian mendatangi salah seorang sahabat, oleh sahabat tersebut diajari doa untuk bertawasul kepada Nabi saw
Di samping itu tidak ada larangan dari Rasulullah saw

pendapat kedua : tidak boleh
Alasan :
Orang yang sudah meninggal sudah tidak bisa berbuat apa-apa, dan tidak bisa mendengar. Hal ini bisa mengarah kepada Syirk

Beberapa pandangan yang salah :

Tawasul itu Syirk, karena meminta kepada selain Allah. Padahal kita tidak boleh meminta kepada selain Allah:
… dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan . (QS. 1:5 )
Bantahan:
Jika yang dimaksud tawasul adalah memohon kepada Nabi/orang shaleh, tentu benar… Tetapi tawasul sebenarnya adalah memohon hanya kepada Allah juga, hanya memakai wasilah/perantara kepada Nabi, orang shaleh, amal shaleh, yang memang diperintahkan

Tawasul adalah syirk, karena seperti tindakan orang musyrik Mekah, ketika menyembah kepada berhala-berhala, mereka mengatakan bahwa berhala itu untuk mendekatkan kepada-Nya sedekat-dekatnya…
Bantahan:
Tawasul sangat berbeda tindakan tersebut, karena tawasul tidaklah menyembah/beribadah/qurban untuk Nabi, dll. sebagaimana kaum musyrik menyembah berhala mereka.
Tawasul hanyalah perantara untuk menguatkan doa kita saja kepada Allah.

Misalkan klau kita ingin menghadap seorang pemimpin negara, bahwa kita harus melewati dengan berbagai macam prosedur seperti daftar dulu dengan sekretarisnya, sebelum bertemu sekretarisnya lebih dulu kita bertanya diresepsionis, bahkan sebelum resepsionis kita harus lebih dulu melewati security.. Karna memang kita adalah bukan orang yang mempunyai jabatan sederajat dengan orang yang akan kita hadapi. Begitu juga dengan TAWASUL, sebelum kita berhadapan langsung dengan Allah Ta’ala, adalah suatu adab yang baik apabila kita bertawasul untuk Rasulullah saw, dan para keluarga dan sahabatnya, setelah itu kepada para alim ulama yang telah menyambungkan risalah Nabi Muhammad saw sampai detik ini…

Jadi mana letak keharaman TAWASUL???? Malah ini adalah suatu budi pekerti dan akhlak yang baik dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.

Insya Allah informasi ini akan membuka pikiran kita yang selama ini terkurung dalam memahami lekuk-lekuk agama. Agar Allah Ta’ala meridhoi apa-apa yang kita selalu perbuat dalam rangka beribadah kepada-Nya.. Amiinn.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar