WAHYU MAKUTHARAMA"
Wahyu Makutharama berintikan Asthabrata ( Hastabrata ), yaitu : delapan laku ( watak ) suci atau delapan sifat anasir ( unsur ) alam semesta, yang harus dipakai oleh seorang raja ( pemimpin ). Adapun sifat ke delapan anasir ( unsur ) alam semesta dan penerapannya itu dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Kisma ( tanah/ bumi ):
bersifat selalu memperlihatkan kemurahan dengan memberi dana. Segala tanaman dan tumbuh-tumbuhan yang dimakan oleh manusia dan segala yang hidup, tidak lain karena disebabkan oleh buah yang dihasilkan dari tanah. Meskipun tanah dianiaya oleh manusia dengan cara dicangkuli, digali, tetapi justru tanah memperlihatkan kemurahannya. Beraneka macam harta benda, misalkan emas, permata, diberikan kepada manusia yang menganiaya tanah. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) hendaklah memiliki sifat tanah, yaitu : selalu bermurah hati kepada siapapun yang meminta belas kasihan raja. Bahkan andaikata hati raja ( pemimpin ) disakiti hendaknya dibalasnya dengan dharma.
2. Tirta ( air ):
bersifat rendah hati, tidak mau unggul-mengungguli, tidak merendahkan sebab air itu bersifat merata dan mengalir ke tempat yang rendah, tetapi air memiliki faedah yang besar, yaitu mendinginkan dan menyembuhkan orang yang sakti. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) hendaknya memiliki sifat air, tidak merendahkan kemampuan dan kepandaian orang lain, serta harus selalu mau turun ke bawah untuk melihat sendiri keadaan rakyatnya.
3. Samirana ( angin ): bersifat rajin dan teliti, serta dapat menyusup ke segala tempat. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus selalu meneliti di mana pun ia berada. Di dalam meneliti harus secara seksama sehingga rakyatnya dapat diketahui, baik yang kotor atau pun yang sakti.
4. Samodra ( samudra/lautan ) : bersifat luas tanpa batas. Segala benda dan air sungai yang tak terkira, yang mengalir ke dalamnya, tak membuat samudra ( lautan ) penuh dan meluap. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus berhati luas dan sabar. Raja ( pemimpin ) harus dapat menampung ( momot ) aspirasi rakyatnya, baik dalam keadaan suka ataupun duka, kesemuanya itu dihadapinya dengan raup wajah yang cerah, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila raja ( pemimpin ) merasa sakit hati karena rakyatnya maka ia segera dapat meredamnya.
5. Candra ( bulan ) : bersifat menerangi dan memberikan kesejukan ke seluruh dunia. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus selalu mempelajari ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kepandaiannya. Ilmu pengetahuan dan kepandaian yang diperoleh raja ( pemimpin ) itu hendaknya kemudian diajarkan sebagai penerang bagi rakyatnya, dengan tidak memandang apakah rakyatnya itu tinggal di dalam kota, di desa, atau bahkan di lereng gunung, tanpa memandang apakah rakyatnya itu berpangkat atau tidak. pendek kata semuanya diberi pelajaran.
6. Baskara ( matahari ): bersifat selalu memberi daya kekuatan kepada semua yang tergelas ( terbentang ) di dunia. Samudra/lautan dapat menguap menjadi awan, sampai akhirnya menjadikan hujan, semua itu tidak lain karena daya kekuatan matahari. Bumi berkembang untuk menumbukan berbagai tumbuh-tumbuhan, hal itu pun tidak lain karena daya sinar matahari. Dalam menyinari samudra/lautan maupun tanah ( bumi ), matahari melakukannya dengan sabar, perlahan-lahan, tidak tergesa-gesa, seperti halnya perjalanan matahari dari ufuk timur ke ufuk barat.
Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus memiliki sifat seperti matahari, ia harus selalu memberikan daya kekuatannya kepada rakyatnya. Para nahkoda, petani, dan para pekerja yang kekurangan semuanya harus mendapat limpahan kasih raja sebagai modal kerja bagi mereka. Meskipun di kelak kemudian hari mereka harus mengembalikan modal kerja tersebut, tetapi raja ( pemimpin ) harus dapat bersabar hati ( tidak tergesa-gesa menarik modal kerja tersebut ), melainkan menanti setelah mereka memperoleh hasil dari usahanya.
7. Dahana ( api ) :
bersifat menyelesaikan. Tidak ada satu pun yang tidak hancur oleh api. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus memiliki sifat api. Dalam menerapkan pengadilan bagi rakyatnya harus dapat bertindak adil. Segala perkara yang diserahkan kepada raja ( pemimpin ) harus selesai, sempurna dengan adil bijaksana, tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan.
8. Kartika ( bintang ) atau pun disebut juga gunung: bersifat teguh tegar ( sentausa ). Meskipun gunung di terjang oleh angin prahara, tetapi bayu bajra tidak dapat menggoyahkan gunung, bahkan membelok arahnya ke kanan atau ke kiri, karena kalah oleh perbawa ( kewibawaan ) dan kekuatan gunung. Demikianlah seorang raja ( pemimpin ) harus memiliki sifat bintang atau pun gunung, sehingga segala hal yang diperintahkan harus tetap dijalankan, tidak boleh berubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar